TUGAS
MANAJEMEN ANAK USIA DINI
(LANDASAN
MANAJERIAL PENYELENGGARAAN PAUD)
Dosen Pengampu: Dra. Hj. Zulminiati,
M. Pd.
Oleh
Kelompok 1:
Putri
ayu sridayanty (15022014) ulfa febriyanti (15022038)
Satrikawati(15022055) yanisa (15022058)
Syahriana
desi rambe (15022036) lisa
revi narsih (15022027)
Yulia
fitri (15022044) sisri landa sari (15022037)
Annisa
oktafiani (15022023) ria
desiska (15022017)
Weni
mulia putri (15022040) yosi
sulastri (15022043)
Annisa
aprilia utari (15022045) khairani
wirsa (15022050)
Rani
indah wirasti (15022053) tari
febrizalti (15022056)
Yuni
yulastri (15022059)
PENDIDIKAN
GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2018
Landasan Penyelenggaraan Pendidikan
Anak Usia Dini
Landasan pendidikan merupakan hal yang sangat
penting dalam penyelanggaraan pendidikan termasuk pendidikan anak usia dini.
Dengan adanya landasan pendidikan maka praktek pendidikan maupun studi
pendidikan memiliki tumpuan atau dasar pijakan. Selanjutnya, praktek pendidikan
dan studi pendidikan akan membantu individu maupun kelompok untuk dapat
mencapai tujuan pendidikan dan juga untuk memahami pendidikan.
Pada umumnya, landasan pendidikan terbagi
menjadi beberapa jenis, yaitu landasan religius pendidikan, landasan filosofis
pendidikan, landasan ilmiah pendidikan, dan landasan yuridis atau hukum
pendidikan. Landasan-landasan tersebut berfungsi untuk memberikan dasar
rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan
yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, landasan pendidikan berfungsi sebagai
dasar pijakan atau titik tolak praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini tidak
terlepas dari berbagai landasan pendidikan yang menjadi dasar dalam menentukan
arah dan tujuan pendidikan. Dengan didasarkan pada beragam jenis landasan
pendidikan baik secara yuridis, filosofis, religi dan ilmiah, penyelengaraan
pendidikan anak usia dini diharapkan dapat mengembangkan seluruh aspek
pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi yang dicita-citakan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Namun, dengan didasarkan fakta yang terjadi di
lapangan, banyak praktik penyelenggaraan pendidikan anak usia dini yang tidak
sesuai dengan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak. Banyak praktik
pendidikan yang hanya memenuhi keinginan orang dewasa bukan untuk memenuhi
kebutuhan anak yanng pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
praktik pendidikan, lebih jauh hal tersebut dapat menghambat tujuan pendidikan
seperti yang dicita-citakan dalam undang-undang dasar.
Oleh karenanya, perlu sebuah upaya untuk
memberikan pemahaman pada para praktisi pendidikan anak usia dini di lapangan
untuk dapat memahami berbagai landasan yang mendasari penyelenggaraan
pendidikan anak usia dini agar dalam praktiknya dapat sesuai dengan kaidah baik
secara yuridis, filosofis, religi, maupun keilmuan.
- Landasan filosofis
Menurut Ahmad tafsir dalam (suyadi hal 6 thn 2011), Pendidikan merupakan
suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan
diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik”
berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan
filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu
bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah
Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi
tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia
juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam
semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.”
Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga
sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa
diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk
mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan
pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi
yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan.
Melalui pendidikan yang dibangaun atas
dasar falsafas pancsila yang didasarkan atas pada dasar semangat binekal
tunggal ika tersebut, diharapkan bangsa indonesia dapat menjadi bangsa yang tau
akan hak dan kewajiban untuk bisa hidup berdampingan, tolong-menolong, dan
saljng menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang bermatabat.
Atas dasar pandangan falsafah itu penyelenggaraan
PAUD di indonesia hendak mencetak generasi-generasi pancasila sejak dini.
Sebab, usia dini merupakan masa yang paling tepat untuk membentuk karakter
seseorang. Jika pada masa ini karalter setiap anak berhasil dibentuk, maka
kelak dimasa dewasa ia akan menjadi generasi berkarakter.
Ini lah sebabnya keberadaan PAUD menjadi
keniscayaan. Pendidikan anak usia dini seolah menjadi pondasi yang paling kuat
tegaknya karakter bangsa dimasa depan. Semakin baik kualitas pendidikan anak
usia dini semakin kukuh bangunan pondasi kecerdasan anak bangsa.
B. Landasan Konseptual
Landasan konseptual yang mendasari
pentingnya pendidikan anak usia dini adalah penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak khususnya dibidang
neuroscience dan psikologi. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat
dilepaskan dengan perkembnangan struktur otaknya . Menurut wittrock, sebagaiman
dikutip tim pengembangan kurikulum paud, ada tiga wilayah perkembangan otak
yang mengalami penigkatan pesat pada anak usia dini, yaitu pertumbuhan serabut
dendrit, kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf ( tim
pengembangan kurikulum pg-paud dirjen pt, 2002). Ketiga wilayah tersebut sangat
penting untuk dikembangkan sejak usia dini, karena hanya pada usia inilah
ketiga wilayah otak tersebut mengalami perkembangan secara maksimal, yakni 80%
dari perkembangan otak orang dewasa secara keseluruhan. Setelah anak berumur 6
tahun keatas hingga masa dewasa, perkembanganya tidak lebih dari 20%.
hal
senada juga dikemukakan oleh teyler. Ia menyatakan bahwa pada saat lahir otak
manusia berisi sekitar 100 miliar hingga 200 miliar sel saraf. Setiap sel saraf
siap berkembang sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat
simulasi yang sesuai dari lingkungan. Berbdasarkan keterangan teyler ini, maka
inti dari pembelajaran paud adalah pemberian stimulasi secra tepat, bukan
pelajaran mengenai berbagai teori seperti di sd maupun sejenisnya. Inilah
sebabnya mengapa taman kanak-kanak (tk) lebih banyak bermain, bernyanyi dan
bercerita daripada pelajaran menghitung menulis. Sebab, bermain, bernyanyi dan
bercerita meurpakan stimulasi yang lebih telah daripada belajar berhitung dan
menulis bagi anak usia dini.
hal
yang sama juga di kemukakan oleh jean piaget (1972). Ia menyatakan bahwa “anak
belajar melaui interaksi dengan lingkungan atau dunianya”. Dunia adalah dunia
bermain. Dengan demikian anak belajar dengan cara bermain, bykan dengan belajar
sebagaimana orang dewasa belajar. Inilah sebabnya salah satu lembaga paud
disebut dengan istilah kelompok bermain (kb). Walaupun hanya kb yang
menggunakan kata bermain tetapi inti belajar pada tpa dan tk juga permainan.
Hanya saja kualitas permainanya berbeda.
bahkan,
maria montessori lebih tegas lagi menyatakan bahwa semua anak belajar dengan
bermain(lesley brithon,1992). Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa bermain
dikalangan anak-anak sama hal nya dengan “kerja” pada orang tua atau belajar
pada orang dewasa. Mungkin, orang dewasa memandang permainan adalah main-main
yang tanpa keseriusan. Tetapi bagi anak-anak, bermain adalah “kerja” yang
dilakukan dengan penuh kesungguhan. Dengan kata lain anak-anak sungguh-sungguh
bermain. Dalam istilah lain “pekerjaan” anak-anak adalah bermain.
montessori
menggunakan 3 prinsip utama untuk memberikan permainan pada anak. Pertama,
pendidikan usia dini. Kedua, lingkungan pembelajaran. Dan yang ketiga peran
guru (lesley britton, 1992). Sedikit berbeda dengan montessori, elizabet
hurlock mendefenisikan bermain atau permainan sebagai aktivitas-aktivitas untuk
memperoleh kesenangan. Lebih lanjut, hurlock menegaskan bahwa bermain merupakan
lawan dari kerja. Jika bermain dilakukan dengan penuh kesenangan dan
kebahagiaan, maka bekerja belum tentu harus dilakukan dengan bahagia,jika
bemain dilakukan tanpa beban maka bekerja dilakukan dengan kewajiban beban
tertentu, jika bermain dilakukan tanpa tujuan dan hasil, maka bekerja selalu
berorientasi pada hasil ( hurlock, 1978).
james
sully sebagaiman dikutip oleh mayke s.tedja saputra mengatakan bahwa tertawa
adalah tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada didalam aktivitas sosial
yang dilakukan bersama sekelompok teman (hurlock,1978). Bermain adalah
aktivitas yang sangat menyenangkan dengan ditandai gelak tawa oleh anak yang
melakukanya. Oleh karna itu, suasana hati dalam diri anak yang sedang melakukan
aktifitas menjadi penentu apakah anak tersebut sedang bermain atau bukan.
mayke,
menyatakan kalua istilah bermain merupakan konsep yang tidak mudah untuk dujabarkan.
Bahkan didalam oxford english dictionary, tercantum 116 defenisi tentang
bermain ( mayke s tedjasaputra, 2002). Masing-masing defenisi yang dikemukakan
sangat berbeda bahkan sering kali berlawanan.
smith
et al,grve rubin,fein & vandenberg (dalam johnson 1999) sebagaiman dikutip
mayke, mengemukakan ciri-ciri kegiatan bermainan :
1. Dilakukan atas pilihan sendiri, motivasi
pribadi, dan untuk kepentingan sendiri
2. Anak yang melakukan aktivitas bermain
mengalami emosi-emosi positif
3. Adanya unsur fleksibelitas, yaitu mudah
ditinggalkan untuk beralih ke aktivitas yang lain dengan tanpa beban
4. Tidak ada tekanan tertentu atas
permaianan tersebut sehingga tidak ada target yang harus dicapai
5. Bebas memilih
6. Mempunyai kualitas pura-pura, seperti
anak memegnag kertas dilipat pura-pura menjadi pesawat dan sejenisnya.
C. Landasan
Yuridis
Babang Robandi (2005) mengemukakan bahwa
landasan yuridis atau hukum pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka
praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Berkaitan dengan peraturan perundang-undangan,
secara yuridis, pendidikan anak usia dini telah ditetapkan oleh pemerintah
dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, Pasal 28B ayat
2 dan Pasal 28 C tentang hak anak, serta UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional.
Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. (Yuliani N Sujiono, 2011)
Pendidikan anak usia dini memiliki peranan yang
besar dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Sebagai pendidikan awal
untuk anak, pendidikan anak usia dini bertanggung jawab untuk menanamkan
nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar
pada anak, hal tersebut untuk mengembangkan anak menjadi pribadi yang mandiri
dan bertanggung jawab di kemudian hari.
Pendidikan anak usia dini sebagaimana telah
ditetapkan sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional, tidak terlepas juga
dari kesadaran akan hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan. Kebutuhan dan
hak setiap anak akan pendidikan tertuang dalam Pasal 28B ayat 2 yang menyatakan
bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Sementara pada Pasal 28 C ayat 2 dinyatakan
bahwa setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 28B Ayat 2 dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, sedangkan pada Pasal 28 C Ayat 2 dinyatakan bahwa
setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.
Selanjutnya berdasarkan UU RI Nomor. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa Pendidikan
Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sedangkan pada
pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa (1) Pendidikan Anak
Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan Anak
usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal,
dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK,
RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan
usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak
usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Hak dan perlindungan anak pun tertera dalam UU
RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap
anak berhak memperoleh pendidikan dalam ranghka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Atas dasar pemenuhan kebutuhan anak di atas,
maka selanjutnya pendidikan anak usia dini dalam penyelenggaraan dan praktik
pendidikannya diberikan kepada anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan
optimal. Hal ini tercermin dalam pengertian pendidikan anak usia dini yang
tertera dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
1, Pasal 1, Butir 14 yang menyatakan bahwa :
“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun
yang dilakukan melalui pemberian ransangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”
Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini
terdiri dari beberapa jalur sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 28, yaitu
1. Pendidikan anak
usia dini diselenggarakan sebelum jenjang sekolah dasar
2. Pendidikan anak
usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal
dan/ atau informal
3. Pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal dapat diselenggarakan dalam bentuk TK, RA,
atau bentuk lain yang sederajat
4. Pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan non formal diselenggarakan dalam bentuk KB, TPA,
atau bentuk lain yang sederajat
5. Pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan informal diselenggarakam melalui pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
D. Landasan Operasional
Pendidikan (termasuk satuan PAUD) mengacu pada panduan yang
disusun oleh BSNP (Badan Standar Nasonal Pendidikan). BSNP adalah badan
independen yang membantu pemerintah menyusun SNP (Standar Nasional Pendidikan)
serta acuan operasionalnya. Adapun hal-hal yang lebih bersifat operasional
lainnya, terutama yang berkaitan dengan pendirian, proses penyelenggaraan,
evaluasi, dan monitoring penyelenggaraan. Sebagai kelengkapan keputusan menteri
disusunlah standar PAUD yang mengatur tentang standar perkembangan, standar
isi, standar proses, standar pengelolaan, standar sarana prasarana, standar
pendidik, dan standar penilaian. Keseluruhan standar tersebut dapat dijadikan
acuan untuk menyusun kurikulum untuk tingkat satuan PAUD.
Pelaksanaan operasional penyelenggaraan pendidikan TK/PAUD
di Indonesia mengacu pada beberapa peraturan menteri pendidikan nasional,
terutama mengacu pada permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang kualifikasi dan
kompetensi guru serta permendiknas nomor 58 tahun 2009 tentang standar PAUD.
Dalam standar PAUD telah diatur secara operasional tentang hal-hal yang
berkaitan teknis profesional pelaksanaan pendidikan TK/PAUD. Hal tersebut
berkaitan dengan dengan menelaah standar perkembangan anak, standar isi,
standar proses, dan penilaian. Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi
tahun 2004 telah diperkenalkan dan disosialisasikan tentang manajemen berbasis
sekolah sebagai realisasi dari pemberian otonomi yang luas pada pihak sekolah.
Manajemen berbasis sekolah atau disingkat dengan MBS merupakan
upaya pemerintah dalam memberikan kewenangan (otoritas) yang lebih luas pada
pihak sekolah untuk merancang dan mengembangkan berbagai program unggulan agar
mampu bersaing dan bertahan dalam konteks mutu yang baik. Pihak sekolah tidak selalu menunggu berbagai
adanya petunjuk pelaksanaan pendidikan karena sudah diberikan otoritas untuk
merancang dan mengembangkannya. Dalam pelaksanaannya, manajemen berbasis
sekolah direalisasikan melalui pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan
atau yang dikenal dengan KTSP. Dengan mengacu pada standar PAUD, setiap satuan
PAUD dapat menggunakan otonomi lembaganya menyusun dokumen KTSP yang disusun
dan disepakati sendiri antara kepala sekolah, dewan guru, dan komite sekolah.
Dr.
Hapidin, M.Pd Modul 1 Konsep Dasar Manajemen Pendirian Lembaga TK/PAUD. (http://repository.ut.ac.id/4702/1/PAUD4303-M1.pdf)
Mulyasa. 2012. Manajemen PAUD. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya
Peraturan Menteri No.16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Departemen Pendidikan
Nasional
Peraturan Menteri No.58 Tahun 2009 tentang
Standar Pendidikan Anak Usia Dini. DepartemenPendidikan Nasional
Sujiono, Nurani Y. 2011. Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar