Senin, 14 Mei 2018

MANAJEMEN AUD


TUGAS MANAJEMEN ANAK USIA DINI
(LANDASAN MANAJERIAL PENYELENGGARAAN PAUD)

 

Dosen Pengampu: Dra. Hj. Zulminiati, M. Pd.
Oleh Kelompok 1:

Putri ayu sridayanty  (15022014)                   ulfa febriyanti (15022038)
Satrikawati(15022055)                                   yanisa (15022058)
Syahriana desi rambe (15022036)                   lisa revi narsih (15022027)
Yulia fitri (15022044)                                     sisri landa sari (15022037)
Annisa oktafiani (15022023)                          ria desiska (15022017)
Weni mulia putri (15022040)                          yosi sulastri (15022043)
Annisa aprilia utari (15022045)                      khairani wirsa (15022050)
Rani indah wirasti (15022053)                       tari febrizalti (15022056)
Yuni yulastri (15022059)



PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018


 
Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
Landasan pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam penyelanggaraan pendidikan termasuk pendidikan anak usia dini. Dengan adanya landasan pendidikan maka praktek pendidikan maupun studi pendidikan memiliki tumpuan atau dasar pijakan. Selanjutnya, praktek pendidikan dan studi pendidikan akan membantu individu maupun kelompok untuk dapat mencapai tujuan pendidikan dan juga untuk memahami pendidikan.
Pada umumnya, landasan pendidikan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu landasan religius pendidikan, landasan filosofis pendidikan, landasan ilmiah pendidikan, dan landasan yuridis atau hukum pendidikan. Landasan-landasan tersebut berfungsi untuk  memberikan dasar rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, landasan pendidikan berfungsi sebagai dasar pijakan atau titik tolak praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini tidak terlepas dari berbagai landasan pendidikan yang menjadi dasar dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan didasarkan pada beragam jenis landasan pendidikan baik secara yuridis, filosofis, religi dan ilmiah, penyelengaraan pendidikan anak usia dini diharapkan dapat mengembangkan seluruh aspek pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dicita-citakan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Namun, dengan didasarkan fakta yang terjadi di lapangan, banyak praktik penyelenggaraan pendidikan anak usia dini yang tidak sesuai dengan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak. Banyak praktik pendidikan yang hanya memenuhi keinginan orang dewasa bukan untuk memenuhi kebutuhan anak yanng pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kesalahan praktik pendidikan, lebih jauh hal tersebut dapat menghambat tujuan pendidikan seperti yang dicita-citakan dalam undang-undang dasar.

Oleh karenanya, perlu sebuah upaya untuk memberikan pemahaman pada para praktisi pendidikan anak usia dini di lapangan untuk dapat memahami berbagai landasan yang mendasari penyelenggaraan pendidikan anak usia dini agar dalam praktiknya dapat sesuai dengan kaidah baik secara yuridis, filosofis, religi, maupun keilmuan.


  1. Landasan filosofis
Menurut Ahmad tafsir dalam (suyadi hal 6 thn 2011), Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.”
Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan.
Melalui pendidikan yang dibangaun atas dasar falsafas pancsila yang didasarkan atas pada dasar semangat binekal tunggal ika tersebut, diharapkan bangsa indonesia dapat menjadi bangsa yang tau akan hak dan kewajiban untuk bisa hidup berdampingan, tolong-menolong, dan saljng menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang bermatabat.
Atas dasar pandangan falsafah itu penyelenggaraan PAUD di indonesia hendak mencetak generasi-generasi pancasila sejak dini. Sebab, usia dini merupakan masa yang paling tepat untuk membentuk karakter seseorang. Jika pada masa ini karalter setiap anak berhasil dibentuk, maka kelak dimasa dewasa ia akan menjadi generasi berkarakter.
Ini lah sebabnya keberadaan PAUD menjadi keniscayaan. Pendidikan anak usia dini seolah menjadi pondasi yang paling kuat tegaknya karakter bangsa dimasa depan. Semakin baik kualitas pendidikan anak usia dini semakin kukuh bangunan pondasi kecerdasan anak bangsa.

B.   Landasan Konseptual
Landasan konseptual yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dini adalah penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak khususnya dibidang neuroscience dan psikologi. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan dengan perkembnangan struktur otaknya . Menurut wittrock, sebagaiman dikutip tim pengembangan kurikulum paud, ada tiga wilayah perkembangan otak yang mengalami penigkatan pesat pada anak usia dini, yaitu pertumbuhan serabut dendrit, kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf ( tim pengembangan kurikulum pg-paud dirjen pt, 2002). Ketiga wilayah tersebut sangat penting untuk dikembangkan sejak usia dini, karena hanya pada usia inilah ketiga wilayah otak tersebut mengalami perkembangan secara maksimal, yakni 80% dari perkembangan otak orang dewasa secara keseluruhan. Setelah anak berumur 6 tahun keatas hingga masa dewasa, perkembanganya tidak lebih dari 20%.
            hal senada juga dikemukakan oleh teyler. Ia menyatakan bahwa pada saat lahir otak manusia berisi sekitar 100 miliar hingga 200 miliar sel saraf. Setiap sel saraf siap berkembang sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat simulasi yang sesuai dari lingkungan. Berbdasarkan keterangan teyler ini, maka inti dari pembelajaran paud adalah pemberian stimulasi secra tepat, bukan pelajaran mengenai berbagai teori seperti di sd maupun sejenisnya. Inilah sebabnya mengapa taman kanak-kanak (tk) lebih banyak bermain, bernyanyi dan bercerita daripada pelajaran menghitung menulis. Sebab, bermain, bernyanyi dan bercerita meurpakan stimulasi yang lebih telah daripada belajar berhitung dan menulis bagi anak usia dini.
            hal yang sama juga di kemukakan oleh jean piaget (1972). Ia menyatakan bahwa “anak belajar melaui interaksi dengan lingkungan atau dunianya”. Dunia adalah dunia bermain. Dengan demikian anak belajar dengan cara bermain, bykan dengan belajar sebagaimana orang dewasa belajar. Inilah sebabnya salah satu lembaga paud disebut dengan istilah kelompok bermain (kb). Walaupun hanya kb yang menggunakan kata bermain tetapi inti belajar pada tpa dan tk juga permainan. Hanya saja kualitas permainanya berbeda.
            bahkan, maria montessori lebih tegas lagi menyatakan bahwa semua anak belajar dengan bermain(lesley brithon,1992). Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa bermain dikalangan anak-anak sama hal nya dengan “kerja” pada orang tua atau belajar pada orang dewasa. Mungkin, orang dewasa memandang permainan adalah main-main yang tanpa keseriusan. Tetapi bagi anak-anak, bermain adalah “kerja” yang dilakukan dengan penuh kesungguhan. Dengan kata lain anak-anak sungguh-sungguh bermain. Dalam istilah lain “pekerjaan” anak-anak adalah bermain.
            montessori menggunakan 3 prinsip utama untuk memberikan permainan pada anak. Pertama, pendidikan usia dini. Kedua, lingkungan pembelajaran. Dan yang ketiga peran guru (lesley britton, 1992). Sedikit berbeda dengan montessori, elizabet hurlock mendefenisikan bermain atau permainan sebagai aktivitas-aktivitas untuk memperoleh kesenangan. Lebih lanjut, hurlock menegaskan bahwa bermain merupakan lawan dari kerja. Jika bermain dilakukan dengan penuh kesenangan dan kebahagiaan, maka bekerja belum tentu harus dilakukan dengan bahagia,jika bemain dilakukan tanpa beban maka bekerja dilakukan dengan kewajiban beban tertentu, jika bermain dilakukan tanpa tujuan dan hasil, maka bekerja selalu berorientasi pada hasil ( hurlock, 1978).
            james sully sebagaiman dikutip oleh mayke s.tedja saputra mengatakan bahwa tertawa adalah tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada didalam aktivitas sosial yang dilakukan bersama sekelompok teman (hurlock,1978). Bermain adalah aktivitas yang sangat menyenangkan dengan ditandai gelak tawa oleh anak yang melakukanya. Oleh karna itu, suasana hati dalam diri anak yang sedang melakukan aktifitas menjadi penentu apakah anak tersebut sedang bermain atau bukan.
            mayke, menyatakan kalua istilah bermain merupakan konsep yang tidak mudah untuk dujabarkan. Bahkan didalam oxford english dictionary, tercantum 116 defenisi tentang bermain ( mayke s tedjasaputra, 2002). Masing-masing defenisi yang dikemukakan sangat berbeda bahkan sering kali berlawanan.
            smith et al,grve rubin,fein & vandenberg (dalam johnson 1999) sebagaiman dikutip mayke, mengemukakan ciri-ciri kegiatan bermainan :
1.      Dilakukan atas pilihan sendiri, motivasi pribadi, dan untuk kepentingan sendiri
2.      Anak yang melakukan aktivitas bermain mengalami emosi-emosi positif
3.      Adanya unsur fleksibelitas, yaitu mudah ditinggalkan untuk beralih ke aktivitas yang lain dengan tanpa beban
4.      Tidak ada tekanan tertentu atas permaianan tersebut sehingga tidak ada target yang harus dicapai
5.      Bebas memilih
6.      Mempunyai kualitas pura-pura, seperti anak memegnag kertas dilipat pura-pura menjadi pesawat dan sejenisnya.

C.    Landasan Yuridis
Babang Robandi (2005) mengemukakan bahwa landasan yuridis atau hukum pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Berkaitan dengan peraturan perundang-undangan, secara yuridis, pendidikan anak usia dini telah ditetapkan oleh pemerintah dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, Pasal 28B ayat 2 dan Pasal 28 C tentang hak anak, serta UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Yuliani N Sujiono, 2011)
Pendidikan anak usia dini memiliki peranan yang besar dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Sebagai pendidikan awal untuk anak, pendidikan anak usia dini bertanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar pada anak, hal tersebut untuk mengembangkan anak menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab di kemudian hari.
Pendidikan anak usia dini sebagaimana telah ditetapkan sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional, tidak terlepas juga dari kesadaran akan hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan. Kebutuhan dan hak setiap anak akan pendidikan tertuang dalam Pasal 28B ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Sementara pada Pasal 28 C ayat 2 dinyatakan bahwa setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 28B Ayat 2 dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, sedangkan pada Pasal 28 C Ayat 2 dinyatakan bahwa setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Selanjutnya berdasarkan UU RI Nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa (1) Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan Anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Hak dan perlindungan anak pun tertera dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dalam ranghka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Atas dasar pemenuhan kebutuhan anak di atas, maka selanjutnya pendidikan anak usia dini dalam penyelenggaraan dan praktik pendidikannya diberikan kepada anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Hal ini tercermin dalam pengertian pendidikan anak usia dini yang tertera dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 yang menyatakan bahwa :
“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian ransangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”

Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini terdiri dari beberapa jalur sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 28, yaitu
1.      Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang sekolah dasar
2.      Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal dan/ atau informal
3.      Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal dapat diselenggarakan dalam bentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat
4.      Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal diselenggarakan dalam bentuk KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat
5.      Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan informal diselenggarakam melalui pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
     
D.    Landasan Operasional
Pendidikan (termasuk satuan PAUD) mengacu pada panduan yang disusun oleh BSNP (Badan Standar Nasonal Pendidikan). BSNP adalah badan independen yang membantu pemerintah menyusun SNP (Standar Nasional Pendidikan) serta acuan operasionalnya. Adapun hal-hal yang lebih bersifat operasional lainnya, terutama yang berkaitan dengan pendirian, proses penyelenggaraan, evaluasi, dan monitoring penyelenggaraan. Sebagai kelengkapan keputusan menteri disusunlah standar PAUD yang mengatur tentang standar perkembangan, standar isi, standar proses, standar pengelolaan, standar sarana prasarana, standar pendidik, dan standar penilaian. Keseluruhan standar tersebut dapat dijadikan acuan untuk menyusun kurikulum untuk tingkat satuan PAUD.

Pelaksanaan operasional penyelenggaraan pendidikan TK/PAUD di Indonesia mengacu pada beberapa peraturan menteri pendidikan nasional, terutama mengacu pada permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang kualifikasi dan kompetensi guru serta permendiknas nomor 58 tahun 2009 tentang standar PAUD. Dalam standar PAUD telah diatur secara operasional tentang hal-hal yang berkaitan teknis profesional pelaksanaan pendidikan TK/PAUD. Hal tersebut berkaitan dengan dengan menelaah standar perkembangan anak, standar isi, standar proses, dan penilaian. Dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004 telah diperkenalkan dan disosialisasikan tentang manajemen berbasis sekolah sebagai realisasi dari pemberian otonomi yang luas pada pihak sekolah.
Manajemen berbasis sekolah atau disingkat dengan MBS merupakan upaya pemerintah dalam memberikan kewenangan (otoritas) yang lebih luas pada pihak sekolah untuk merancang dan mengembangkan berbagai program unggulan agar mampu bersaing dan bertahan dalam konteks mutu yang baik.  Pihak sekolah tidak selalu menunggu berbagai adanya petunjuk pelaksanaan pendidikan karena sudah diberikan otoritas untuk merancang dan mengembangkannya. Dalam pelaksanaannya, manajemen berbasis sekolah direalisasikan melalui pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan atau yang dikenal dengan KTSP. Dengan mengacu pada standar PAUD, setiap satuan PAUD dapat menggunakan otonomi lembaganya menyusun dokumen KTSP yang disusun dan disepakati sendiri antara kepala sekolah, dewan guru, dan komite sekolah.
















Daftar Rujukan :

Dr. Hapidin, M.Pd Modul 1 Konsep Dasar Manajemen Pendirian Lembaga TK/PAUD. (http://repository.ut.ac.id/4702/1/PAUD4303-M1.pdf)

Mulyasa. 2012. Manajemen PAUD. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Peraturan Menteri No.16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Departemen Pendidikan Nasional

Peraturan Menteri No.58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. DepartemenPendidikan Nasional

Sujiono, Nurani Y. 2011. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks






Tidak ada komentar:

Posting Komentar